11.21.2017
Berbeda itu Indah
Beberapa waktu lalu, Abang baru saja cukur rambut bersama
Daddyluv. Saat mereka tiba di rumah, saya pun spontan
berkomentar, “Wah, rambut anak mommy sudah rapi dan ganteng lho, Bang!” Abang menjawab, “Terima kasih, Mommyluv,
tapi Adik lebih ganteng, Mommy!”
Saya terkejut
mendengar jawaban Abang, dan langsung bertanya mengapa ia bisa berbicara
seperti itu. Abang menjawab, “Karena Adik lebih putih dari
Abang!” Saya berusaha merespons sesantai mungkin, “Iya, benar Adik lebih putih, tapi gantengnya sama, kok. Abang ganteng, Adik juga
ganteng.”
Adik Vino itu fans beratnya Abang Miguel, semua mau seperti Abang. Bahkan ke sekolahpun maunya sendiri seperti Abang yang hanya diantar oleh supir antar-jemput. |
Sebenarnya saya
sudah lama ingin menulis tentang hal ini, karena kebetulan Abang Miguel (8 tahun) dan Adik Vino (3,5 tahun) memiliki warna kulit yang berbeda. Saya yang
berdarah Sunda menikah dengan Daddyluv yang berdarah Belanda-Jawa. Jadi
sebetulnya bukanlah hal yang aneh jika warna kulit Abang Miguel mengikuti saya,
sementara Adik Vino mengikuti warna kulit Daddyluv.
Sejak dulu saya
tidak peduli akan seperti apa warna kulit anak-anak saya, mereka berdua
sama-sama lahir dengan penuh cinta dari rahim saya. Bukankah sebenarnya semua
manusia memang tidak bisa memilih mau lahir dengan bentuk rupa seperti apa?
Hitam, putih, cokelat, kuning, semua sama-sama ciptaaan yang kuasa.
Belahan jiwa Mommyluv |
Namun tampaknya
ada banyak orang yang merasa perlu dan berhak mengomentari perbedaan warna
kulit antara Abang dan Adik. Mungkin hanya komentar sederhana,
pendek, berkesan basa-basi, dan maksudnya hanya bercanda. Misalnya, ada seorang
kerabat yang berkata saat disalami Abang, “Wah, ini cucu Datuk (ayah saya), ya?” Lalu saat disalami Vino berkata, “Nah, ini
baru cucu Opa (mertua saya)!” sambil bercanda dan tertawa. Saya juga sering menerima komentar, “Wah,
beda banget ya Abang sama adiknya... Adiknya ganteng, bule banget!” Atau “Wah
yang nomor satu mirip mamanya banget, kalau adiknya cakep, putih!”
Saya pribadi
mengerti hal itu mungkin hanya sekadar basa-basi, tetapi apa yang terjadi jika
Abang berulang kali mendengarnya. Sampai-sampai ia bisa merasa kalah ganteng
dari Adik Vino hanya karena warna kulitnya lebih gelap. Saya khawatir hal ini
akan berdampak secara psikologis pada Abang di kemudian hari. Saya paham benar
ini akan memengaruhi kepercayaan diri Abang.
Coba bayangkan,
Abang yang sekarang baru berusia delapan tahun, sering mendengar komentar
semacam itu sejak Adik Vino lahir sekitar 3,5 tahun lalu. Hal itu mau tidak mau
pasti tertanam dalam benak Abang Miguel. Di sisi lain, saya juga tidak bisa
melindungi Abang seratus persen dari jenis komentar semacam itu, karena inilah
kenyataan yang memang harus ia hadapi.
Wajar saja jika
kita berkomentar anak ini mirip dengan orangtuanya, mirip papa atau mirip mama.
Namun rasanya kita perlu berpikir ulang jika ingin mengomentari ciri-ciri fisik
anak. Mungkin cukup sebatas wah ini mirip papa dan yang itu mirip mama.
Tidak perlu sampai mengomentari kok Abang hitam, padahal Adik putih atau kok yang ini hitam dan yang ini bule ya.
Setiap kali ada kesempatan, saya menjelaskan ke Abang,
seperti es krim yang punya berbagai jenis rasa, begitu juga warna kulit. Allah
menciptakan manusia dengan berbagai bentuk dan warna, berbeda-beda tetapi
sama-sama karya Sang Pencipta. Saya
juga menjelaskan bahwa tidak hanya warna kulit yang berbeda, tetapi jenis dan
warna rambut pun berbeda-beda. Ada orang yang berambut keriting ingin punya
rambut lurus, dan sebaliknya yang berambut lurus malahan mengeriting rambut
mereka. Semua perbedaan inilah yang akan mewarnai dunia, menjadikan dunia lebih
lengkap dengan keunikan masing-masing. Bahkan anak kembar pun tidak seratus
persen mirip dengan kembarannya.
Selain itu saya
juga berusaha terus mengingatkan Abang bahwa ciri-ciri fisik yang kita miliki
bukanlah segalanya. Justru kita harus belajar agar kelak Abang bisa menjadi
pribadi yang berguna, mandiri, peduli sesama, bahagia, dan penuh rasa syukur.
Anak-anak juga perlu belajar untuk menghormati perbedaan dan memperlakukan
orang lain dengan cara yang sama. Sementara itu sebenarnya juga menjadi PR bagi
saya dan suami untuk menjadikan Adik Vino pribadi yang tetap rendah hati dan
tidak sombong, walaupun warna kulitnya dianggap sebagai kelebihan bagi sebagian
besar orang.
Saya dan suami
akan membekali anak-anak dengan berbagai keterampilan yang berguna bagi masa
depan mereka. Abang dan Adik akan mendapatkan kesempatan yang sama untuk
mengembangkan diri sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki.
Kesayangan-kesayangan Mommyluv! |
Dear Abang Miguel dan Adik Vino,
Kalian berdua adalah anak-anak kebanggaan dan
kesayangan Mommyluv dan Daddyluv. Kehadiran kalian berdua sama-sama dinantikan dan
melengkapi kehidupan kami sebagai orangtua. Sejak kehadiran Abang dan Vino,
dunia terasa lebih indah dan bermakna.
Walaupun Abang sering mendengar komentar orang
lain tentang warna kulit dan ciri-ciri fisik lainnya, ingatlah pesan Mommyluv,
“Abang itu... sudah lebih dari cukup untuk Mommyluv. Yes, You are enough, Bang!
Mommyluv sayang Abang apa adanya, karena Abang anak Mommyluv.”
Terkadang Mommyluv suka bertanya dalam hati, “Am I
doing oke, Bang?” “Apakah Mommyluv sudah menjadi ibu yang Abang butuhkan?” Jadi,
apa pun yang Abang hadapi, teruslah tumbuh jadi pemuda yang sholeh, cerdas, kuat, bahagia, dan penuh syukur. Semoga Allah Swt selalu melindungi dan sayang sama
Abang.
Demikian juga untuk Vino, Mommyluv dan Daddyluv
sayang Vino. Vino mengajari Mommyluv untuk jadi orangtua yang lebih santai dan
menyenangkan. Mommyluv selalu berdoa Vino terus tumbuh jadi anak yang sehat, sholeh, cerdas,
kuat, rendah hati, bahagia, dan penuh syukur. Look up to Abang, saling menjaga
satu sama lain, saling membela, mengingatkan dan tentunya saling menyayangi
satu sama lain. Semoga Allah Swt juga selalu menlindungi dan sayang sama Vino, dimanapun berada.
I love you, both.. to infinity and beyond!